Konawe – Rencana pembangunan Pelabuhan Khusus Ore Nikel di Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, menuai penolakan keras dari Konservasi Taman Laut Kima Tolitoli-Labengki. Protes resmi disampaikan kepada Bupati Konawe, H. Yusran Akbar, S.T., melalui surat yang dikirimkan pada Minggu (13/4/2025) lalu.
Diketahui, Surat tersebut ditandatangani oleh Pendiri sekaligus Ketua Tim Konservasi Kima Tolitoli-Labengki, yang juga menjabat sebagai Ketua Pokmaswas MEMBIRI Kabupaten Konawe, Habib Nadjar Buduha.
Sebelumnya, Bupati Yusran menyampaikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang digelar di Hotel Nugraha pada Kamis (10/4/2025) lalu.
Dikatakan, bahwa pembangunan pelabuhan di pesisir Pantai Soropia merupakan bagian dari program prioritas dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan di bawah program “Konawe Bersahaja”.
Namun, Tim Konservasi Kima Tolitoli-Labengki menilai proyek tersebut justru akan membawa dampak negatif yang besar terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat setempat.
Tiga Alasan Penolakan:
1. Kerusakan Ekosistem Pesisir dan Laut Dangkal
Pembangunan pelabuhan ore nikel dinilai akan menghancurkan ekosistem pesisir dan laut dangkal yang menjadi sumber kehidupan ribuan warga di Kecamatan Soropia dan Lalonggasumeeto.
Aktivitas kapal, potensi pencemaran, dan kerusakan terumbu karang disebut sebagai ancaman nyata bagi keberlangsungan sektor perikanan lokal, termasuk usaha tradisional seperti sero ikan tenggiri yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
2. Ancaman terhadap Sektor Pariwisata
Kawasan pesisir ini telah berkembang menjadi destinasi wisata berbasis konservasi yang dikenal secara internasional.
Ratusan wisatawan mengunjungi spot-spot wisata alam, villa, hingga tempat pemancingan yang dikelola oleh masyarakat.
Pembangunan pelabuhan dinilai bertentangan dengan visi pengembangan pariwisata dan dapat mengikis potensi ekonomi berkelanjutan di sektor ini.
3. Ketidaktepatan Lokasi Industri
Menurut Tim Konservasi, seharusnya seluruh kegiatan industri, termasuk pembangunan pelabuhan, diarahkan ke Kawasan Industri Sampara yang memang telah disiapkan untuk keperluan tersebut.
Pemaksaan pembangunan pelabuhan di luar kawasan industri dianggap sebagai bentuk ketidakadilan tata ruang dan perencanaan.
Habib Nadjar Buduha juga mengingatkan bahwa kawasan konservasi laut Tolitoli-Labengki telah diakui dalam Perda RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara No. 9 Tahun 2018 dan mencakup lima desa di dua kecamatan.
Ia menegaskan, upaya konservasi yang dilakukan secara swadaya sejak tahun 2009 merupakan bukti komitmen masyarakat dalam menjaga kelestarian laut dan sumber penghidupan mereka.
“Kami berharap Pak Bupati bersedia mendengar suara masyarakat yang mempertahankan laut demi masa depan yang lestari, bukan demi keuntungan jangka pendek dari investasi tambang,” Pungkasnya.
Laporan: Tim













