Sengketa Pilkada Sultra 2024 Masuki Sidang Awal di Mahkamah Konstitusi, Kuasa Hukum Pemohon Klaim Bukti Kuat

Jakarta – Sengketa Pilkada Sulawesi Tenggara 2024 mulai memasuki babak awal di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam agenda pembacaan permohonan, kuasa hukum Pemohon pasangan calon nomor urut 4, memaparkan berbagai dugaan pelanggaran prinsipil dan administratif yang diduga dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 2.

Sugihyarmam Silondae, S.H.,M.H. mengatakan bahwa Salah satu poin utama yang disoroti adalah dugaan pemalsuan tanda tangan Ketua DPD Partai Hanura, Wa Ode Nurhayati, dalam dokumen B-KWK PARPOL.

“Melalui affidavit yang diajukan, Wa Ode secara tegas menyatakan bahwa tanda tangannya dalam dokumen tersebut dipalsukan dan ia tidak pernah memberikan persetujuan terhadap dokumen tersebut,” katanya kepada media, Sabtu (11/1/2025).

Sugihyarmam menegaskan bahwa dokumen yang cacat secara administratif tersebut melanggar aturan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU Nomor 1 Tahun 2015 dan Pasal 13 Ayat (1) PKPU Nomor 8 Tahun 2024, yang menyatakan bahwa keabsahan dokumen pencalonan bersifat kumulatif.

Dengan adanya cacat administratif ini, pasangan nomor urut 2 seharusnya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).

Selain itu, Pemohon juga menguraikan adanya dugaan pelanggaran administratif yang bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), termasuk penggunaan aparatur negara, praktik money politic berupa pembagian uang dan sembako, hingga intimidasi kepada pemilih, yang secara langsung memengaruhi hasil pemilu.

Meskipun sidang baru pada tahap pembacaan permohonan, kuasa hukum Pemohon menyatakan siap membuktikan seluruh dalilnya dalam agenda pembuktian mendatang.

“Kami memiliki bukti-bukti yang sah serta saksi-saksi yang akan dihadirkan untuk memperkuat permohonan ini. Mahkamah Konstitusi adalah benteng terakhir demokrasi, dan kami yakin keadilan akan ditegakkan,” ujar kuasa hukum Pemohon dengan penuh keyakinan.

Dengan agenda Sidang yang akan dijadwalkan pada sidang berikutnya, semua mata kini tertuju pada upaya Pemohon dalam membongkar dugaan pelanggaran yang mencoreng integritas pemilu di Sulawesi Tenggara.

Sidang ini diperkirakan akan menjadi momentum penting dalam menjaga kredibilitas dan keadilan demokrasi.

Sementara itu, Kuasa hukum menjelaskan terkait pencabutan laporan dari calon wakil gubernur Ihsan taufik Ridwan.

“Merujuk pada dasar hukum terbaru, yaitu Pasal 158 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, serta Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 3 Tahun 2024, yang menegaskan bahwa pengajuan permohonan sengketa hasil pemilu dilakukan oleh pasangan calon secara kolektif sebagai satu kesatuan hukum,” ujarnya.

Oleh karena itu, tindakan sepihak calon Wakil Gubernur dianggap tidak sah tanpa persetujuan calon Gubernur dan tanpa pemberitahuan formal kepada kuasa hukum yang telah ditunjuk bersama.

Lebih lanjut, kuasa hukum menegaskan bahwa tindakan pencabutan kuasa ini tidak sesuai dengan prinsip fiduciary duty (kewajiban kepercayaan) yang melekat dalam hubungan hukum pasangan calon.

“Pencabutan kuasa ini tidak hanya bertentangan dengan norma hukum, tetapi juga mencederai semangat kolegialitas dalam memperjuangkan hak konstitusional pasangan calon. Kami meminta Mahkamah Konstitusi mengesampingkan tindakan ini dan tetap memproses permohonan yang diajukan secara sah sesuai hukum,” tegas kuasa hukum Pemohon.

Laporan: TIM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *